Empat tahun kami menikah dengan 1 orang putra semata wayang. Saat ini kami masih tinggal di rumah mertua karena kami punya usaha sampingan warnet yang berdiri di halaman depan rumah mertuaku, yang kondisinya hanya cukup untuk usaha dan tidak bisa dijadikan tempat tinggal. Jujur aku merasa risih tinggal bersama mertua, aku merasa tidak bebas mengatur diriku dan suamiku, apa-apa harus dengan monitor ibunya.
Suatu hari aku minta ke suamiku untuk pindah dan kos di tempat lain, tapi suamiku menolak, alasannya usahanya siapa yang bakal jaga malam hari karena hanya ada 1 karyawan, itupun waktu kerjanya di siang hari saat aku dan suamiku kerja. Dan juga siapa yang akan menjaga anak kami kalau kami berdua berangkat ke kantor. Alasan suamiku ada benarnya dan aku tidak bisa lagi mendebatnya.
Jadi enak tidak enak dengan terpaksa aku tinggal satu atap dengan mertua dan kakak sulungnya yang juga sudah menikah tapi tinggal di sana, ditambah nenek wedoknya. Aku orang yang selalu ingin simpel di rumah, semua tugasku di rumah dikerjakan tetangga sebelah karena tempat dinasku yang jauh membuatku lelah jika sudah sampai di rumah. Sindiran, protes dari orang di rumah adalah makanan hari-hariku, ditambah lagi sikap suamiku yang tidak bertanggung jawab, acuh dan tak perhatian membuatku tambah gak nyaman.
Suamiku pulang kerja langsung ke warnet buat main game sampai sore hari, padahal waktu tugas karyawan juga sampai sore. Tidurpun dia di warnet, hanya balik ke rumah buat mandi dan ganti baju. Hingga tiba pagi kami berangkat kerja dan kami pun tak sempat untuk bincang-bincang dan bertegur sapa.
Apa yang kualami membuat hidupku terasa sepi, suamiku tidak bisa mengurusku, dia tidak paham apa yang dimaksud tanggung jawab. Aku pernah sakit dan mengeluh kepadanya, tapi jawaban yang kuterima begitu menjengkelkan, jawabnya sana pergi berobat. Aku juga pernah dioperasi dan dia sama sekali tidak menemaniku. Pernah juga aku diklat di luar kota dan harus tinggal di asrama beberapa hari, setiap malam teman sekamarku mendapat telepon dari suaminya sementara aku bahkan sms saja tidak ada.
Otak suamiku seperti sudah dicuci oleh game-game internet, sudah berulang kali ku katakan keinginanku untuk mencari 1 karyawan lagi yang bisa kerja di malam hari, agar saat malam dia bisa bersamaku tapi dia seolah tidak mendengar dan semakin acuh kepadaku.
Walau dia menduakan aku hanya dengan game-game itu, hatiku tetap sepi dan marah. Hingga suatu hari Hp suamiku ketinggalan di kamar dan aku melihat ada 10 panggilan masuk tak terjawab atas nama Ahmad, atasan suamiku di kantornya. Akhirnya telepon itu aku angkat karena aku memang sudah kenal dan pernah bertemu beberapa kali di acara kantor.
Aku tak tahu bagaimana ceritanya, setelah ngobrol lama di Hp, Ahmad meminta nomorku, dan mulai saat itu dia semakin rajin meneleponku sekedar nanya kabarku dan anakku, tentu saja saat suamiku tidak di rumah. Dan aku mulai curhat kepadanya, aku pikir dia atasan suamiku jadi siapa tahu dia bisa menasehatinya di kantor. Ahmad pun juga curhat tentang kehidupan rumah tangganya, rasanya aku mulai merasa punya sandaran yang selama ini seolah tidak ada tempat untuk mengadu karena orang tuaku sudah nggak ada lagi.
Hari minggu tidak sengaja ketemu dia di outlet kembang hias kebetulan hobinya sama denganku, jadi banyak kecocokan yang kurasa, perhatiannya mulai kurasakan, hingga diam-diam dia biayai kuliahku, puncaknya sewaktu ada pameran perhiasan dia ajak aku janjian untuk melihat-lihat, katanya sekedar untuk ngilangin suntuk, dan tanpa kusangka saat kami makan dia langsung minta jari aku dan dia pasangkan cincin permata dijariku.
Aku tercengang, tak mampu menolak, yang aku rasa adalah kasih sayang dan perhatian yang selama ini tak kudapat dari suamiku, seperti haus bertemu air aku dibuatnya. Sambil menangis dia bilang “maafkan aku, kalau aku mencintaimu,,, aku tau kau butuh perhatian, kasih sayang, sama seperti apa yang kurasakan.
Ya Tuhan aku harus bagaimana, aku sudah punya suami, tapi aku juga tak ingin menyia-nyiakan kasih sayang dan perhatian dari Ahmad. Seperti tau isi hatiku dia bilang gak usah bingung, kita jalani saja semua seiring waktu. Dan kamipun resmi mengubah status dari sekedar teman menjadi sepasang kekasih, diam-diam kami sering jalan bareng, refresing berdua, dan layaknya sepasang kekasih aku pun dibelainya, dipeluk, dicium, hingga menyentuh bagian sensitifku.
Jujur aku menikmati semua perlakuannya kepadaku, hanya saja kami tidak melanjutkan hubungan intim walau dia pernah mengajakku tapi selalu kutolak karena aku masih takut dosa, walau sebenarnya batin ini sudah sangat menginginkannya, maklum selama ini hubungan intim dengan suami hanya 1 hingga 2 bulan sekali itupun dia lakukan tanpa memuaskanku.
Ya aku merasa bersalah dengan suamiku namun aku telah berusaha membuatnya mengerti keinginanku tapi yang kudapat hanya pertengkaran dari mulutnya, aku cuma ingin dicintai, diperhatikan seperti orang-orang di bumi ini aku juga butuh cinta.
Aku harus bagaimana? mungkin aku adalah istri yang tak tahu malu, berani selingkuh di belakang suami. Aku bingung apalagi sekarang Ahmad telah menceraikan istrinya dan dia menduda, dia mengharapkanku hingga orangtua dan keluarganya dia kenalkan padaku lewat hp, dia selalu bertanya tentang keputusanku, jujur aku masih mencintai suamiku, perjuangan yang tak sedikit kutempuh dari pertama menikah tak punya apa-apa sama-sama pengangguran hingga kami bisa mapan itu semua tak semudah membalikkan telapak tangan tapi ini juga yang buat aku kecewa padanya mengapa dia tak melihat ke belakang.
Ahmad tak lain hanya pelarian bagiku dan aku masih berharap suamiku bisa berubah, sedangkan Ahmad selalu dengan berusaha merebut hatiku dengan perhatian dan kasih sayang. Apa yg akan ku lakukan? tolong aku, apakah ini murni salah ku?
Jadi enak tidak enak dengan terpaksa aku tinggal satu atap dengan mertua dan kakak sulungnya yang juga sudah menikah tapi tinggal di sana, ditambah nenek wedoknya. Aku orang yang selalu ingin simpel di rumah, semua tugasku di rumah dikerjakan tetangga sebelah karena tempat dinasku yang jauh membuatku lelah jika sudah sampai di rumah. Sindiran, protes dari orang di rumah adalah makanan hari-hariku, ditambah lagi sikap suamiku yang tidak bertanggung jawab, acuh dan tak perhatian membuatku tambah gak nyaman.
Suamiku pulang kerja langsung ke warnet buat main game sampai sore hari, padahal waktu tugas karyawan juga sampai sore. Tidurpun dia di warnet, hanya balik ke rumah buat mandi dan ganti baju. Hingga tiba pagi kami berangkat kerja dan kami pun tak sempat untuk bincang-bincang dan bertegur sapa.
Apa yang kualami membuat hidupku terasa sepi, suamiku tidak bisa mengurusku, dia tidak paham apa yang dimaksud tanggung jawab. Aku pernah sakit dan mengeluh kepadanya, tapi jawaban yang kuterima begitu menjengkelkan, jawabnya sana pergi berobat. Aku juga pernah dioperasi dan dia sama sekali tidak menemaniku. Pernah juga aku diklat di luar kota dan harus tinggal di asrama beberapa hari, setiap malam teman sekamarku mendapat telepon dari suaminya sementara aku bahkan sms saja tidak ada.
Otak suamiku seperti sudah dicuci oleh game-game internet, sudah berulang kali ku katakan keinginanku untuk mencari 1 karyawan lagi yang bisa kerja di malam hari, agar saat malam dia bisa bersamaku tapi dia seolah tidak mendengar dan semakin acuh kepadaku.
Walau dia menduakan aku hanya dengan game-game itu, hatiku tetap sepi dan marah. Hingga suatu hari Hp suamiku ketinggalan di kamar dan aku melihat ada 10 panggilan masuk tak terjawab atas nama Ahmad, atasan suamiku di kantornya. Akhirnya telepon itu aku angkat karena aku memang sudah kenal dan pernah bertemu beberapa kali di acara kantor.
Aku tak tahu bagaimana ceritanya, setelah ngobrol lama di Hp, Ahmad meminta nomorku, dan mulai saat itu dia semakin rajin meneleponku sekedar nanya kabarku dan anakku, tentu saja saat suamiku tidak di rumah. Dan aku mulai curhat kepadanya, aku pikir dia atasan suamiku jadi siapa tahu dia bisa menasehatinya di kantor. Ahmad pun juga curhat tentang kehidupan rumah tangganya, rasanya aku mulai merasa punya sandaran yang selama ini seolah tidak ada tempat untuk mengadu karena orang tuaku sudah nggak ada lagi.
Hari minggu tidak sengaja ketemu dia di outlet kembang hias kebetulan hobinya sama denganku, jadi banyak kecocokan yang kurasa, perhatiannya mulai kurasakan, hingga diam-diam dia biayai kuliahku, puncaknya sewaktu ada pameran perhiasan dia ajak aku janjian untuk melihat-lihat, katanya sekedar untuk ngilangin suntuk, dan tanpa kusangka saat kami makan dia langsung minta jari aku dan dia pasangkan cincin permata dijariku.
Aku tercengang, tak mampu menolak, yang aku rasa adalah kasih sayang dan perhatian yang selama ini tak kudapat dari suamiku, seperti haus bertemu air aku dibuatnya. Sambil menangis dia bilang “maafkan aku, kalau aku mencintaimu,,, aku tau kau butuh perhatian, kasih sayang, sama seperti apa yang kurasakan.
Ya Tuhan aku harus bagaimana, aku sudah punya suami, tapi aku juga tak ingin menyia-nyiakan kasih sayang dan perhatian dari Ahmad. Seperti tau isi hatiku dia bilang gak usah bingung, kita jalani saja semua seiring waktu. Dan kamipun resmi mengubah status dari sekedar teman menjadi sepasang kekasih, diam-diam kami sering jalan bareng, refresing berdua, dan layaknya sepasang kekasih aku pun dibelainya, dipeluk, dicium, hingga menyentuh bagian sensitifku.
Jujur aku menikmati semua perlakuannya kepadaku, hanya saja kami tidak melanjutkan hubungan intim walau dia pernah mengajakku tapi selalu kutolak karena aku masih takut dosa, walau sebenarnya batin ini sudah sangat menginginkannya, maklum selama ini hubungan intim dengan suami hanya 1 hingga 2 bulan sekali itupun dia lakukan tanpa memuaskanku.
Ya aku merasa bersalah dengan suamiku namun aku telah berusaha membuatnya mengerti keinginanku tapi yang kudapat hanya pertengkaran dari mulutnya, aku cuma ingin dicintai, diperhatikan seperti orang-orang di bumi ini aku juga butuh cinta.
Aku harus bagaimana? mungkin aku adalah istri yang tak tahu malu, berani selingkuh di belakang suami. Aku bingung apalagi sekarang Ahmad telah menceraikan istrinya dan dia menduda, dia mengharapkanku hingga orangtua dan keluarganya dia kenalkan padaku lewat hp, dia selalu bertanya tentang keputusanku, jujur aku masih mencintai suamiku, perjuangan yang tak sedikit kutempuh dari pertama menikah tak punya apa-apa sama-sama pengangguran hingga kami bisa mapan itu semua tak semudah membalikkan telapak tangan tapi ini juga yang buat aku kecewa padanya mengapa dia tak melihat ke belakang.
Ahmad tak lain hanya pelarian bagiku dan aku masih berharap suamiku bisa berubah, sedangkan Ahmad selalu dengan berusaha merebut hatiku dengan perhatian dan kasih sayang. Apa yg akan ku lakukan? tolong aku, apakah ini murni salah ku?