Pangeran Diponegoro ditakuti karena suka menjatuhkan kutuk kepada siapapun yang ingkar janji dan mengkhianati dia. Karena ia memiliki kekuatan spiritual akibat penguasaan agama dan suka bertapa, maka orang sekelilingnya menganggap barang-barang pribadi dia seperti tongkat memiliki kekuatan. Saat di pengasingan, sisa makanannya dianggap dapat menyembuhkan penyakit.
Dalam peperangan ia diyakini kebal peluru. Residen Pietermaart memperhatikan waktu Diponegoro duduk bertelanjang dada di pekarangan Benteng Amsterdam. Ia melihat bahwa tak ada bekas luka tembak di badan Diponegoro padahal saat perang sang pangeran tertembak di dada kiri dan lengan kanannya. Terkait “kesaktiannya” memunculkan banyak dugaan. Tapi Diponegoro nampaknya ingin menegaskan kepada istrinya bahwa ia tidak pernah menyeleweng sebab masyarakat Jawa percaya bahwa ilmu kekebalan seseorang akan hilang apabila orang tersebut menyeleweng.
Walau suka mengutuk, disegani dan ditakuti, sesungguhnya Diponegoro adalah orang yang baik hati. Ia tidak segan mengkritik seorang perwira Belanda ketika hendak menjatuhi hukuman kepada seorang opsir. “Di Yogya, aku dan ayahku selalu berpegang pada aturan bahwa seseorang tidak boleh diadili kalau kejahatannya belum terbukti”.
Karena rajin berpuasa dan bertapa di tempat-tempat terpencil, spiritualitasnya amat tinggi. Ia mengatakan dalam Babad Dipanegara bahwa ia pernah 2 kali bertemu dengan Ratu Kidul. Pertama saat bertapa di Pantai Selatan, tepatnya di Goa Langse, dan yaang kedua saat ia berkemah di Sungai Progo.
(Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855)
sumber
Dalam peperangan ia diyakini kebal peluru. Residen Pietermaart memperhatikan waktu Diponegoro duduk bertelanjang dada di pekarangan Benteng Amsterdam. Ia melihat bahwa tak ada bekas luka tembak di badan Diponegoro padahal saat perang sang pangeran tertembak di dada kiri dan lengan kanannya. Terkait “kesaktiannya” memunculkan banyak dugaan. Tapi Diponegoro nampaknya ingin menegaskan kepada istrinya bahwa ia tidak pernah menyeleweng sebab masyarakat Jawa percaya bahwa ilmu kekebalan seseorang akan hilang apabila orang tersebut menyeleweng.
Walau suka mengutuk, disegani dan ditakuti, sesungguhnya Diponegoro adalah orang yang baik hati. Ia tidak segan mengkritik seorang perwira Belanda ketika hendak menjatuhi hukuman kepada seorang opsir. “Di Yogya, aku dan ayahku selalu berpegang pada aturan bahwa seseorang tidak boleh diadili kalau kejahatannya belum terbukti”.
Karena rajin berpuasa dan bertapa di tempat-tempat terpencil, spiritualitasnya amat tinggi. Ia mengatakan dalam Babad Dipanegara bahwa ia pernah 2 kali bertemu dengan Ratu Kidul. Pertama saat bertapa di Pantai Selatan, tepatnya di Goa Langse, dan yaang kedua saat ia berkemah di Sungai Progo.
(Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855)
sumber