Dok, saya sudah menikah 2,5 tahun, tapi setiap kali berhubungan dengan suami saya jarang sekali merasakan kenikmatan dan terkadang sampai sakit. Karena waktu penetrasi suami saya lama sekali kira-kira 1 jam. Kadang di tengah permainan saya merasa geli yang teramat sangat, yang ingin saya tanyakan:
1. Apakah rasa geli itu yang dinamakan klimaks pada wanita?
2. Hingga saat ini saya belum memiliki keturunan dok, apa karena klimaks saya dan suami tidak bersamaan sehingga tidak bertemunya sperma dan sel telur?
3. Apakah berpengaruh bentuk penis dengan kekuatannya? Antara yang ereksi tegak menjulang ke atas, dengan ereksi yang tegak tapi menghadap ke bawah?
Terimakasih atas jawabannya dok.
Mawar (Perempuan Menikah, 28 Tahun), rhedhXXXXX@yahoo.com,
Tinggi Badan 156 Cm, Berat Badan 67 Kg
Jawaban
Durasi ereksi sampai ejakulasi yang suami Anda alami memang cukup lama. Usahakan foreplay lebih lama agar lubrikasi (pelendiran) vagina Anda optimal, hingga tidak cepat mengering karena dinding vagina yang mengering akan membuat nyeri saat penis masih penetrasi.
1. Klimaks pada wanita adalah orgasme yang merupakan puncak kenikmatan. Bisa saja pada beberapa wanita timbul persepsi geli sesudah orgasme.
2. Terjadinya kehamilan dalam rahim tidak ada kaitannya dengan perbedaan waktu saat klimaks suami-istri. Artinya, bila Anda mencapai orgasme lebih awal daripada suami, tetap bisa terjadi pertemuan antara spermatozoa dan sel telur (ovum).
Pertemuan sperma dan ovum ini bisa terjadi bila hubungan intim dilakukan pada periode subur Anda (yakni hari ke 12-15 yang dihitung sejak haid hari ke-1). Selain juga harus didukung oleh kualitas sperma suami dan sel telur Anda baik.
3. Bentuk penis saat ereksi tidak ada kaitannya dengan kekuatannya. Penis yang bentuk mini dan mungil sekalipun tetap perkasa selama ereksinya keras dan tegang.
Dianjurkan Anda dan suami berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Kebidanan atau Dokter Spesialis Andrologi untuk analisa infertilitas, agar Anda segera bisa cepat hamil.
Dr. Andri Wanananda, MS
Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) serta pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara Jakarta.
sumber
