Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah wanita berusia 29 tahun yang mengalami 'ereksi' selama lima hari. Klitorisnya tidak kembali ke bentuk dan kondisi semula setelah mengalami ereksi. Klitorisnya diketahui terus membengkak dan terasa sakit.
Awalnya wanita tersebut diketahui mengonsumsi obat-obatan untuk meningkatkan libido karena dia mengalami libido yang rendah. Merasa tak mendapatkan hasil yang sesuai, wanita ini pun meningkatkan dosis obat-obatannya sehingga dia mulai mengalami pembengkakan pada labia dan rasa sakit pada bagian klitoris. Meski kemudian dia berhenti mengonsumsi obat tersebut saat tanda pertama, namun pembengkakan pada daerah klitorisnya semakin parah hingga lima hari setelahnya.
"Rasa sakitnya semakin parah hingga dia tak bisa berjalan atau berdiri tanpa merasa kesakitan," ungkap peneliti yang menangani masalahnya, seperti dilansir dalam Journal of Sexual Medicine dalam Live Science (21/02).
Dalam pemeriksaan, dokter menemukan bahwa klitorisnya telah membengkak dan berwarna keunguan. Pasien ini kemudian diberikan obat-obatan untuk membatalkan efek obat tersebut. Selama tiga hari setelahnya, dia berhasil sembuh.
Peneliti menjelaskan bahwa priapism dan masalah ereksi pada wanita sangat langka. Selain menyakitkan, hal ini juga memalukan bagi wanita. Masalah ini, baik pada wanita maupun pria, seringkali disebabkan oleh terhalangnya pembuluh darah yang mengeluarkan darah dari organ seksual sehingga organ seksual tak bisa kembali ke kondisi semula. Tanda-tandanya antara lain adalah pembengkakan, rasa sakit, adanya penggumpalan darah, dan lainnya.
Meski begitu, tak seperti pada pria, masalah ereksi pada wanita bukanlah hal yang darurat. Struktur organ genital wanita membuat kemungkinan terjadinya penyumbatan pembuluh darah lebih rendah dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya penyumbatan pembuluh darah pada pria yang bisa menyebabkan masalah ereksi di kemudian hari.