Letusan Gunung Kelud, tiga kali lebih dahsyat daripada letusan tahun 1990 silam. Selain mencapai Jawa Tengah, dampak langsung dirasakan sejumlah kecamatan di Kabupaten Kediri. Dari empat kecamatan, Puncu merupakan wilayah terparah terdampak letusan Kelud.
Di Kabupaten Kediri, daerah terdampak paling besar meliputi Kecamatan Puncu, Plosoklaten, Ngancar dan Kecamatan Kepung. Di Kabupaten Blitar Meliputi Kecamatan Nglegok, Garum, dan Gandusari.
Adapun di Malang Raya, Kota Batu juga turut terdampak. Serta Kecamatan Pujon dan Kecamatan Ngantang yang kembali ditimpa letusan berupa hujan abu, pagi kemarin. Wartawan Malang Post, Bagus Ary Wicaksana dan fotografer Firman Muhammad, melaporkan, tim Malang Post yang bertolak ke Kediri sempat terjebak hujan abu sekitar pukul 09.00 - 10.00. Sebuah truk di perbatasan Ngantang-Kasembon, ditinggalkan begitu saja terguling di pinggir jalan.
Mulai Kasembon, hujan abu sudah menipis. Masyarakat mengungsi ke sejumlah tempat umum. Seperti masjid, sekolah dan kantor kecamatan. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Kabupaten Kediri.
Di Kediri, Malang Post berhasil menembus ke Desa Puncu yang berjarak kurang dari 10 km dari Gunung Kelud. Tiga dusun tertinggi di kawasan itu antara lain Damarwulan, Laharpang dan Sukomoro.
Ketiga dusun itu sudah berubah menjadi kampung mati. Seluruh genting rumah warga, bolong akibat letusan Kelud. Mayoritas warga mengungsi hingga ke Kecamatan Kepung. Secara geografis, Puncu berada di barat daya Gunung Kelud. Dari Dusun Laharpang misalnya, letusan Kelud terlihat begitu megah. Di Laharpang ini tak ada makluk hidup kecuali hewan ternak yang ditinggalkan pemiliknya.
Adapun di Sukomoro masih dijumpai sejumlah pria. Mereka sengaja pulang untuk menengok rumah dan ternak. Andaikata rumah warga tak rusak, dipastikan mereka akan nekat bertahan.
''Letusan mengeluarkan batu sekepalan tangan. Ada juga yang watu item (andesit). Itu yang membuat seluruh genting bolong,’’ aku Syawal (60 tahun) warga Sukomoro. Kata Syawal, letusan Kelud tahun ini, tiga kali lipat lebih besar dibanding letusan 1990. Beruntung, warga tiga dusun mulai paling tinggi Damarwulan, Laharpang dan Sukomoro sudah mengungsi sejak pukul 21.30, Kamis malam kemarin.
’’Jarak Kelud dari Damarwulan cuma 4 km, dari Laharpang 8 km dan dari Sukomoro 9 km, arah letusannya kesini, sehingga rumah rusak semua,’’ jelasnya.
Pihaknya sendiri masih menunggu evakuasi binatang ternak. Janji Pemkab Kediri mengevakuasi ternak di kawasan itu belum terealisasi, kemarin siang. Penanganan nampaknya lebih terfokus ke kawasan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar.
Setelah dari Puncu, Malang Post bergerak ke kawasan ring 1 di Suguhwaras. Di desa ini, nyaris tak ada kerusakan, meski sama-sama berjarak kurang dari 10 km dari Kelud. Jika ada kerusakan berasal dari atap yang tak kuat menahan material debu. Adapun sebagian binatang ternak telah diangkut warga.
’’Di Sugihwaras hanya tinggal 50 pria. Kami bertahan untuk menjaga harta benda,’’ aku Kamituwo atau Kepala Dusun Sugihwaras Eko Arifiono kepada Malang Post.
Eko bersama 49 pria lainnya menyisir seluruh kampung. Sebab, dikhawatirkan gelombang pengungsian yang besar, dimanfaatkan orang tak bertanggungjawab. Apalagi, sejak pukul 10.00 banyak orang luar daerah datang untuk berfoto-foto.
’’Katanya desa kami steril orang luar, kenyataannya masih jebol seperti ini, makanya kami tetap bertahan di kampung,’’ keluhnya.
Sementara jumlah pengungsi letusan Kelud di Kabupaten Kediri mencapai 66.139 jiwa yang tersebar di 117 titik pengsungsian. Pengungsi dari Ngancar berjumlah 28.693 jiwa, Puncu 11.895 jiwa, Plosoklaten 6.725 jiwa dan Kepung 18.826 jiwa.
’’Di Kepung, para pengungsi berasal dari Puncu dan Kepung, kami memiliki 42 titik pengungsian,’’ terang Mochtar Yudi selaku Ketua Tim Logistik Kecamatan Kepung.
Sesuai data yang dihimpun Malang Post, pengungsi Ngancar dievakuasi ke Wates terbagi ke 29 titik. Dari Puncu dievakuasi ke 37 titik, Plosoklaten sembilan titik pengungsian. Sehingga, sejauh ini yang terbanyak adalah titik pengungsian di Kecamatan Kepung. ’’Kami membutuhkan masker, air mineral, makanan anak-anak, pampers, pampers lansia, tikar, terutama air mineral dan masker,’’ kata Mochtar.
Khusus untuk pengungsi mendapatkan jatah makan dari dapur umum. Sedangkan dari sisi kesehatan, mereka juga mendapatkan perawatan dari posko kesehatan. Jika sakit juga langsung dirujuk.
Hal itu seperti dialami Misiyem (80 tahun) dari Desa Sugihwaras. Dia dievakuasi oleh anggota TNI AD dengan cara dibopong. Misiyem mengalami sakit kepala setelah semalam menginap di pos pengungsian Desa Tawang.
’’Yang sakit langsung dirujuk ke Puskesmas Wates, Klinik Kusuma Ngancar dan Puskesmas Ngletih, yang sakit berat ke sejumlah RS di Kota dan Kabupaten Kediri,’’ urai H. Abdur Rahim S.Kepnes Koordinator Pos Kesehatan Wilayah Wates.
Kata Rahim, hari pertama berjalan dengan lancar. Namun yang dikhawatirkan adalah stress yang diperkirakan menimpa pengungsi. Sehingga pihaknya kemudian mengantisipasi dengan siapkan ahli jiwa. ‘’Kita siapkan ahli jiwa dari Dinkes dan psikolog dari berbagai rumah sakit,’’ tandasnya.
Namun di lokasi pengungsian, justru ada tiga korban jiwa. Mereka adalah Saheri (70), Mbok Yah (60), dan Sanusi (80). Ketiganya warga Dusun Putut Desa Pandansari Kecamatan Ngantang. Saheri dan Sanusi meninggal karena terkena reruntuhan bangunan, sementara mbok yah (Pontini) meninggal karena sesak nafas.
‘’Mereka meninggal saat berada ditempat pengungsian, Kamis malam. Sekarang (kemarin, Red.) jenazahnya masih ada di Balai Pengobatan RS Husada Ngantang,’’ kata Danramil Kecamatan Ngantang, Gatot Sartono saat ditemui di Taman Wisata Selorejo.
Menurutnya, saat ini pihaknya masih terus melakukan komunikasi dengan keluarga korban. Sebab, saat tadi malam (Kamis) warga mengungsi di Gor Badminton Jasa Tirta, karena ambruk akhirnya warga diungsikan ke daerah Pujon sampai Batu.
Dia menyebut, kondisi terparah di wilayah Dusun Simo dan Dusun Mangon Desa Pandansari. Karena, lokasinya sekitar 15 kilometer dari gunung Kelud. Serta Desa Banturejo, Kaum Rejo, Sumberagung, Mulyorejo dan Waturejo juga kondisinya cukup parah.
Sementara untuk Desa Pagersari hanya separuh yang terkena dampak abu vulkanik, sehingga warga memilih tidak mengungsi.
‘’Kami petugas gabungan terus melakukan evakuasi terhadap warga, karena sangat membahayakan jika tidak di evakuasi,’’ sebutnya kepada Malang Post.
Adapun di Malang Raya, Kota Batu juga turut terdampak. Serta Kecamatan Pujon dan Kecamatan Ngantang yang kembali ditimpa letusan berupa hujan abu, pagi kemarin. Wartawan Malang Post, Bagus Ary Wicaksana dan fotografer Firman Muhammad, melaporkan, tim Malang Post yang bertolak ke Kediri sempat terjebak hujan abu sekitar pukul 09.00 - 10.00. Sebuah truk di perbatasan Ngantang-Kasembon, ditinggalkan begitu saja terguling di pinggir jalan.
Mulai Kasembon, hujan abu sudah menipis. Masyarakat mengungsi ke sejumlah tempat umum. Seperti masjid, sekolah dan kantor kecamatan. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Kabupaten Kediri.
Di Kediri, Malang Post berhasil menembus ke Desa Puncu yang berjarak kurang dari 10 km dari Gunung Kelud. Tiga dusun tertinggi di kawasan itu antara lain Damarwulan, Laharpang dan Sukomoro.
Ketiga dusun itu sudah berubah menjadi kampung mati. Seluruh genting rumah warga, bolong akibat letusan Kelud. Mayoritas warga mengungsi hingga ke Kecamatan Kepung. Secara geografis, Puncu berada di barat daya Gunung Kelud. Dari Dusun Laharpang misalnya, letusan Kelud terlihat begitu megah. Di Laharpang ini tak ada makluk hidup kecuali hewan ternak yang ditinggalkan pemiliknya.
Adapun di Sukomoro masih dijumpai sejumlah pria. Mereka sengaja pulang untuk menengok rumah dan ternak. Andaikata rumah warga tak rusak, dipastikan mereka akan nekat bertahan.
''Letusan mengeluarkan batu sekepalan tangan. Ada juga yang watu item (andesit). Itu yang membuat seluruh genting bolong,’’ aku Syawal (60 tahun) warga Sukomoro. Kata Syawal, letusan Kelud tahun ini, tiga kali lipat lebih besar dibanding letusan 1990. Beruntung, warga tiga dusun mulai paling tinggi Damarwulan, Laharpang dan Sukomoro sudah mengungsi sejak pukul 21.30, Kamis malam kemarin.
’’Jarak Kelud dari Damarwulan cuma 4 km, dari Laharpang 8 km dan dari Sukomoro 9 km, arah letusannya kesini, sehingga rumah rusak semua,’’ jelasnya.
Pihaknya sendiri masih menunggu evakuasi binatang ternak. Janji Pemkab Kediri mengevakuasi ternak di kawasan itu belum terealisasi, kemarin siang. Penanganan nampaknya lebih terfokus ke kawasan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar.
Setelah dari Puncu, Malang Post bergerak ke kawasan ring 1 di Suguhwaras. Di desa ini, nyaris tak ada kerusakan, meski sama-sama berjarak kurang dari 10 km dari Kelud. Jika ada kerusakan berasal dari atap yang tak kuat menahan material debu. Adapun sebagian binatang ternak telah diangkut warga.
’’Di Sugihwaras hanya tinggal 50 pria. Kami bertahan untuk menjaga harta benda,’’ aku Kamituwo atau Kepala Dusun Sugihwaras Eko Arifiono kepada Malang Post.
Eko bersama 49 pria lainnya menyisir seluruh kampung. Sebab, dikhawatirkan gelombang pengungsian yang besar, dimanfaatkan orang tak bertanggungjawab. Apalagi, sejak pukul 10.00 banyak orang luar daerah datang untuk berfoto-foto.
’’Katanya desa kami steril orang luar, kenyataannya masih jebol seperti ini, makanya kami tetap bertahan di kampung,’’ keluhnya.
Sementara jumlah pengungsi letusan Kelud di Kabupaten Kediri mencapai 66.139 jiwa yang tersebar di 117 titik pengsungsian. Pengungsi dari Ngancar berjumlah 28.693 jiwa, Puncu 11.895 jiwa, Plosoklaten 6.725 jiwa dan Kepung 18.826 jiwa.
’’Di Kepung, para pengungsi berasal dari Puncu dan Kepung, kami memiliki 42 titik pengungsian,’’ terang Mochtar Yudi selaku Ketua Tim Logistik Kecamatan Kepung.
Sesuai data yang dihimpun Malang Post, pengungsi Ngancar dievakuasi ke Wates terbagi ke 29 titik. Dari Puncu dievakuasi ke 37 titik, Plosoklaten sembilan titik pengungsian. Sehingga, sejauh ini yang terbanyak adalah titik pengungsian di Kecamatan Kepung. ’’Kami membutuhkan masker, air mineral, makanan anak-anak, pampers, pampers lansia, tikar, terutama air mineral dan masker,’’ kata Mochtar.
Khusus untuk pengungsi mendapatkan jatah makan dari dapur umum. Sedangkan dari sisi kesehatan, mereka juga mendapatkan perawatan dari posko kesehatan. Jika sakit juga langsung dirujuk.
Hal itu seperti dialami Misiyem (80 tahun) dari Desa Sugihwaras. Dia dievakuasi oleh anggota TNI AD dengan cara dibopong. Misiyem mengalami sakit kepala setelah semalam menginap di pos pengungsian Desa Tawang.
’’Yang sakit langsung dirujuk ke Puskesmas Wates, Klinik Kusuma Ngancar dan Puskesmas Ngletih, yang sakit berat ke sejumlah RS di Kota dan Kabupaten Kediri,’’ urai H. Abdur Rahim S.Kepnes Koordinator Pos Kesehatan Wilayah Wates.
Kata Rahim, hari pertama berjalan dengan lancar. Namun yang dikhawatirkan adalah stress yang diperkirakan menimpa pengungsi. Sehingga pihaknya kemudian mengantisipasi dengan siapkan ahli jiwa. ‘’Kita siapkan ahli jiwa dari Dinkes dan psikolog dari berbagai rumah sakit,’’ tandasnya.
Namun di lokasi pengungsian, justru ada tiga korban jiwa. Mereka adalah Saheri (70), Mbok Yah (60), dan Sanusi (80). Ketiganya warga Dusun Putut Desa Pandansari Kecamatan Ngantang. Saheri dan Sanusi meninggal karena terkena reruntuhan bangunan, sementara mbok yah (Pontini) meninggal karena sesak nafas.
‘’Mereka meninggal saat berada ditempat pengungsian, Kamis malam. Sekarang (kemarin, Red.) jenazahnya masih ada di Balai Pengobatan RS Husada Ngantang,’’ kata Danramil Kecamatan Ngantang, Gatot Sartono saat ditemui di Taman Wisata Selorejo.
Menurutnya, saat ini pihaknya masih terus melakukan komunikasi dengan keluarga korban. Sebab, saat tadi malam (Kamis) warga mengungsi di Gor Badminton Jasa Tirta, karena ambruk akhirnya warga diungsikan ke daerah Pujon sampai Batu.
Dia menyebut, kondisi terparah di wilayah Dusun Simo dan Dusun Mangon Desa Pandansari. Karena, lokasinya sekitar 15 kilometer dari gunung Kelud. Serta Desa Banturejo, Kaum Rejo, Sumberagung, Mulyorejo dan Waturejo juga kondisinya cukup parah.
Sementara untuk Desa Pagersari hanya separuh yang terkena dampak abu vulkanik, sehingga warga memilih tidak mengungsi.
‘’Kami petugas gabungan terus melakukan evakuasi terhadap warga, karena sangat membahayakan jika tidak di evakuasi,’’ sebutnya kepada Malang Post.