Aku memang tak terlalu mengenal Tulus Pasaribu (25), padahal kami sama-sama tinggal di Jalan Gaperta. Namun abangku mengenal dia dengan baik.
Dia supir angkot Mekar Jaya trayek Padang Bulan-Marelan-Belawan. Tapi entah kenapa, aku mau menyerahkan keperawananku pada lelaki anak dua yang ngaku lajang ini.
Peristiwa tak terlupakan itu terjadi, Senin (15/3). Aku baru pulang kerja di pabrik kawasan Marelan. Sebuah mobil angkot tak berpenumpang menghampiriku. Supir di angkot itu menawarkan tumpangan. Karena angkot itu memang tujuanku, tanpa curiga aku langsung naik dan duduk di depan.
Diperjalanan kami banyak bercerita. Tulus mengaku lajang dan ternyata dia sudah sering melihatku karena tempat tinggal kami berada dalam satu gang. Mungkin karena aku selalu sibuk kerja, makanya tak terlalu memperhatikan tetangga kiri kanan.
Aku tak tau Tulus berniat jahat padaku. Dia bukan mengemudikan mobil ke arah rumah, melainkan masuk ke kawasan Simpang Selayang. Mobil berhenti di salah satu hotel. Aku sempat bertanya mengapa dibawa kesitu. Tulus bilang dia mau cerita-cerita saja denganku. Aku memang lugu, setiap hari aku kerja, pergi pagi pulang sore. Jika di rumah, aku tak pernah keluar kecuali ke warung.
Kepolosanku dimanfaatkan Tulus. Meski baru sekali ketemu, Tulus sudah merayuku. Di dalam hotel, Tulus menghujaniku dengan ciuman. Aku berusaha menolak, namun tenaga Tulus lebih kuat. Dia berjanji akan menikahiku.
Semakin aku meronta, tangan Tulus makin kuat memelukku. Karena kesakitan aku akhirnya pasrah. Malam itu dia menodaiku. Paginya, Tulus kembali mengulangi perbuatan bejatnya.
Bagai mimpi, keperawanan yang selama ini kupertahankan direnggut Tulus. Sebelum pisah, Tulus menahan handphoneku. Dia beralasan hp ditahan biar bisa ketemu lagi denganku.
Semula aku percaya dengan ucapannya. Namun besoknya, abangku datang ke rumah. Perlahan-lahan kukorek cerita tentang Tulus padanya. Betapa terkejutnya aku saat abangku bilang Tulus sudah menikah dan memiliki anak dua. Kepalaku langsung pusing, jantungnya berdebar tak menentu.
Merasa dikhianati, aku lalu buka kartu pada abangku dan menceritakan perbuatan cabul yang dilakukan Tulus padaku. Sontak abangku marah dan mendatangi Tulus ke rumahnya. Namun Tulus malah menantang abangku untuk mempolisikan dirinya. ‘’Silahkan lae ngadu ke polisi. Aku sudah pernah 3 tahun di penjara,’’begitu ucapan Tulus.
Akhirnya aku, abang dan seorang kerabat yang tugas di Poldasu menjemput Tulus dan memboyongnya ke Polsek Helvetia. Kami lalu dirujuk ke Polsek Sunggal. Namun setibanya di sana, ternyata lokasi hotel tempat aku ‘dieksekusi’ berada di wilayah hukum Polsek Delitua. Polsek Delitua pun dihubungi untuk menjemput kami. Tapi hingga berjam-jam menunggu, tak seorang pun personil Delitua datang. Kami pun berencana membawa Tulus ke Mapoltabes Medan.
[Barubaca.com]
Dia supir angkot Mekar Jaya trayek Padang Bulan-Marelan-Belawan. Tapi entah kenapa, aku mau menyerahkan keperawananku pada lelaki anak dua yang ngaku lajang ini.
Diperjalanan kami banyak bercerita. Tulus mengaku lajang dan ternyata dia sudah sering melihatku karena tempat tinggal kami berada dalam satu gang. Mungkin karena aku selalu sibuk kerja, makanya tak terlalu memperhatikan tetangga kiri kanan.
Aku tak tau Tulus berniat jahat padaku. Dia bukan mengemudikan mobil ke arah rumah, melainkan masuk ke kawasan Simpang Selayang. Mobil berhenti di salah satu hotel. Aku sempat bertanya mengapa dibawa kesitu. Tulus bilang dia mau cerita-cerita saja denganku. Aku memang lugu, setiap hari aku kerja, pergi pagi pulang sore. Jika di rumah, aku tak pernah keluar kecuali ke warung.
Kepolosanku dimanfaatkan Tulus. Meski baru sekali ketemu, Tulus sudah merayuku. Di dalam hotel, Tulus menghujaniku dengan ciuman. Aku berusaha menolak, namun tenaga Tulus lebih kuat. Dia berjanji akan menikahiku.
Semakin aku meronta, tangan Tulus makin kuat memelukku. Karena kesakitan aku akhirnya pasrah. Malam itu dia menodaiku. Paginya, Tulus kembali mengulangi perbuatan bejatnya.
Bagai mimpi, keperawanan yang selama ini kupertahankan direnggut Tulus. Sebelum pisah, Tulus menahan handphoneku. Dia beralasan hp ditahan biar bisa ketemu lagi denganku.
Semula aku percaya dengan ucapannya. Namun besoknya, abangku datang ke rumah. Perlahan-lahan kukorek cerita tentang Tulus padanya. Betapa terkejutnya aku saat abangku bilang Tulus sudah menikah dan memiliki anak dua. Kepalaku langsung pusing, jantungnya berdebar tak menentu.
Merasa dikhianati, aku lalu buka kartu pada abangku dan menceritakan perbuatan cabul yang dilakukan Tulus padaku. Sontak abangku marah dan mendatangi Tulus ke rumahnya. Namun Tulus malah menantang abangku untuk mempolisikan dirinya. ‘’Silahkan lae ngadu ke polisi. Aku sudah pernah 3 tahun di penjara,’’begitu ucapan Tulus.
Akhirnya aku, abang dan seorang kerabat yang tugas di Poldasu menjemput Tulus dan memboyongnya ke Polsek Helvetia. Kami lalu dirujuk ke Polsek Sunggal. Namun setibanya di sana, ternyata lokasi hotel tempat aku ‘dieksekusi’ berada di wilayah hukum Polsek Delitua. Polsek Delitua pun dihubungi untuk menjemput kami. Tapi hingga berjam-jam menunggu, tak seorang pun personil Delitua datang. Kami pun berencana membawa Tulus ke Mapoltabes Medan.
[Barubaca.com]