Home » » Seks Bukan Alat Penukar Ego

Seks Bukan Alat Penukar Ego

Written By Unknown on Jumat, 15 April 2011 | 20.50

Banyak orang tidak memanfaatkan energi seks untuk hidup lebih sehat secara lahir batin. Bahkan, beberapa orang menyalahgunakan kegiatan seks sehingga menjadi bumerang yang merugikan kesehatan psikis dan fisiknya sendiri.

Pasangan suami istri Mantak & Maneewan Chia serta Douglas & Rachel Abrams, M.D. menulis buku bersama tentang "The Multi-Orgasmic Couple". Dalam buku tersebut mereka menjelaskan cara mengambil dan mendapatkan manfaat kesehatan dari aktivitas seksual. Sangat disayangkan jika seseorang melakukan hubungan seks hanya untuk mengumbar nafsu dan egonya. Hanya untuk memelihatkan siapa yang berkuasa!
Sangat penting untuk diingat, seks bukanlah alat tukar. Banyak orang memberikan seks hanya karena ingin dicintai sehingga mereka rela menukar kegiatan seks dengan kebahagiaan jiwanya. Tidak sedikit orang yang akhirnya kecewa. Sebab, kebahagiaan jiwa tidak bisa ditukar dengan memberikan layanan seks.
Hubungan intim merupakan ekspresi cinta kasih yang dalam, bukan hanya cinta gombal! Saya berpendapat seks dan cinta adalah dua hal yang berbeda. Dua hal ini akan menjadi sakral apabila disatukan dan disertai dengan pemahaman yang menyatukan batin dua orang. Namun, jika satu orang saja yang mengharapkan cinta dengan memberikan seks, pasangannya akan mendapatkan kepuasan seksual tetapi belum tentu bersedia memberikan cintanya dengan tulus.
Pemeliharaan Lebih Penting
Kesibukan kerap membuat orang melupakan pentingnya kebersamaan di tempat tidur. Tempat tidur dijadikan tempat untuk aktivitas seksual semata. Padahal, keharmonisan dan kedamaian rumah tangga bisa diperoleh dari tempat tidur.
Cobalah untuk lebih lama menikmati kebersamaan dengan pasangan di tempat tidur ketika masih terjaga. Mungkin, hal ini tidak bisa setiap hari dilakukan karena jadwal kegiatan berbeda atau sering melakukan tugas ke luar kota. Namun, frekuensi kebersamaan yang kurang bisa diimbangi dengan kualitas pertemuan yang lebih baik. Apalagi jika kondisi fisik sudah tidak muda lagi.
Kita mungkin kerap terheran-heran melihat pasangan yang bertemu setiap hari tetapi hanya untuk bertengkar. Bukan mengisi pertemuan tersebut dengan keintiman dan kemesraan. Sayang sekali, bukan? Mereka tidak bisa memanfaatkan kebersamaannya untuk saling berbagi kasih sayang dan perhatian.
Kita perlu menyadari bahwa kebersamaan dengan pasangan hanya berlangsung sesaat dan tidak bisa selamanya terjadi. Ada faktor umur yang membatasinya. Tidak mungkin kita selalu bersama pasangan selama lebih dari seratus tahun. Apalagi, saat ini jarang ditemukan manusia yang berumur di atas seratus tahun. Itulah sebabnya, kita harus bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk terus-menerus menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan. Selain jiwa menjadi sehat, fisik pun ikut sehat.
Dalam literatur kesehatan China, organ rahim diumpamakan sebagai istana energi. Kesehatan dan kecantikan seorang perempuan akan tercermin dari kesehatan energi rahimnnya. Organ khusus wanita ini sangat berkaitan dengan perasaaan. Di sinilah pentingnya seorang perempuan memelihara perasaan bahagia ketika melakukan hubungan intim. Jika kegiatan ini dipaksakan, energi yang seharusnya positif akan berubah menjadi energi stres dan membeku. Akibatnya muncul sikap pesimistis, kurang percaya pada cinta pasangannya.
Para peneliti di University of Pittsburgh melakukan studi “Women’s Health Initiative”. Studi ini mengkaji angka rata-rata kematian dan kondisi kesehatan kronis di kalangan pasien yang disebabkan oleh sikap negatif. Lebih dari 100.000 perempuan berusia diatas 50 tahun dianalisis perilakunya sejak tahun 1994.
Hilary A. Tindle, MD, MPH, ahli penyakit dalam yang ikut dalam penelitian tersebut memaparkan hasil studinya dalam pertemuan tahunan American Psychosomatic Society di Chicago. Menurutnya, perilaku negatif merenggut korban karena lebih banyak menciptakan penyakit-penyakit kronis pada seseorang. Seseorang yang bersikap pesimis akibat dikhianati pasangan, pasangan dicurigai memadu kasih dengan orang lain misalnya, berisiko lebih tinggi terkena penyakit kronis.
Dalam ajaran seks menurut TAO, seorang wanita harus bisa menghormoniskan energi rahimnya, begitu pula dengan seorang lelaki, sebelum dan setelah melakukan hubungan intim. Ini dimaksudkan agar energi di dalam tubuh tidak berkurang. Apabila sampai terjadi kekacauan bisa membuat banyak wanita mengeluhkan kondisi fisiknya. Mulai dari badan yang pegal-pegal, keputihan, jadwal menstruasi yang kacau, keluhan sakit kepala/migren yang semakin sering hingga kelelahan dan frustasi. Itu menandakan aliran energi seksual tidak harmonis.
Yang dimaksud mengharmoniskan energi adalah 'pemanasan' dimana pasangan tersebut telah melakukan pendekatan jiwa berupa kemesraan dan keintiman yang dibangun jauh sebelum melakukan hubungan seks. Energi batin pasangan dibangun untuk menciptakan letupan rasa sayang, rasa dibutuhkan, rasa dihargai, dan rasa dirindukan satu dengan lainnya.
Agar semakin banyak pasangan yang menghargai aktivitas seks mereka sebagai sebuah kebersamaan peleburan batin, saya menulis buku berjudul “Seksualitas, Tombol Ajaib untuk Meraih Kebahagiaan”. Buku yang berisi kumpulan artikel dari rubrik suami-istri yang saya asuh mudah-mudahan bisa membuka pikiran kita bahwa seks bukan sekadar ajang saling menukar ego diri, agar merasa dibutuhkan dan merasa lebih pantas dihargai. Pemikiran ini akan memicu seks sebagai alat untuk menghukum pasangan.
Beberapa klien saya bercerita, ketika istri-istri mereka sedang ngambek, mereka akan diberi sanksi puasa seks. Perilaku ini justru menciptakan celah bahaya untuk bangunan pernikahan mereka. Suami-suami, utamanya yang berada dalam tahapan usia yang membutuhkan penyaluran hasrat biologis yang tinggi sering terjebak dalam penyelewengan ketika periode puasa seks dirasa terlalu panjang. Semoga, banyak istri yang menyadari perilakunya yang keliru.
Cloap Program Affiliasi - Cara Mudah cari uang